Pada tanggal 11 Februari 2011, Garuda Indonesia secara resmi menjadi perusahaan terbuka yang terdaftar di BEI dengan kode emiten saham GIAA. Susunan kepemilikan Garuda secara rinci disajikan dengan struktur sebagai berikut:
- Pemerintah Republik Indonesia (69,14%)
- Investor Domestik (24,34%)
- Investor Internasional (6,12%)
- Karyawan (0,4%)
Sementara itu, berdasarkan rasio harga beli dengan standar mahal-murah. Garuda Indonesia memang memiliki rasio harga beli saham yang lebih mahal (26 kali) dibanding maskapai Asia Tenggara lainnya, seperti Singapore Airlines (14,06 kali), Malaysia Airlines (7,06) dan Air Asia (9,71 kali) serta China Southern (13,54 kali). Hal ini menjadi daya potensi kemampuan maskapai untuk meningkatkan aspek yang sifatnya direct point to passanger. (sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Garuda_Indonesia).
Garuda Indonesia melakukan rilis sukuk sebesar US$ 500 Juta Dolar untuk membiayai pemesanan pesawat Airbus A350, Boeing 737 MAX 8 dan Boeing 787-9 dengan jumlah masing masing sebanyak 30 armada dengan keterangan pesanan pasti dan pesanan pilihan lewat Letter of Intent (LoI) yang bertujuan untuk mengadakan kerja sama pengadaan armada yang disebut tadi.
Dari Total 50 Unit pesawat Boeing 737 Max 8, 1 unit telah dioperasikan namun saat ini sedang di istirahatkan untuk Sementara Waktu terkait terjadinya 2 kali kecelakaan pesawat yaitu Lion Air JT 610 dan Ethiophian Airlines ET 302 (Boeing 737 max 8) sehingga demi keselamatan penerbangan, 1 Pesawat ini di grounded sementara hingga hasil penelitian dari Pihak Boeing dipublikasikan. Hal ini juga sesuai dengan Pelarangan dari Sejumlah Otoritas Penerbangan Internasional Uni Eropa dan Amerika Serikat Federal Aviation Administration yang sudah melarang sementara jenis pesawat tersebut beroperasi.
GIAA berencana untuk membatalkan pengiriman 49 unit pesawat Boeing 737 Max 8.
Berdasarkan info yang diperoleh dari:
https://www.cnbcindonesia.com/market/20190322132138-17-62356/wow-rini-sebut-garuda-indonesia-raih-laba-rp-100-m-pada-2018
GIAA raih laba Rp 100 Miliar di 2018 (2017: Rugi 3.07 Triliun). Tentu menjadi katalis positif bagi saham GIAA.
Harga saham GIAA sudah mengalami kenaikan (Uptrend) semenjak Akhir Desember 2018 tepatnya tanggal 26 Des 2018 di level harga 242 hingga ke level harga Rp 630 / lembar saham (06 Maret 2019) dan ditutup ke harga 555 (22 Maret 2019).
Akankah Kinerja GIAA yang baik di 2018 akan menjadi sentimen positif terhadap Harga Saham GIAA yang telah mengalami kenaikan 160% ini akan melanjutkan trend Uptrendnya, atau malah akan down hingga ke Level 462, 385, 287 hingga ke 210?
Atau malah akan melanjutkan kenaikan harga hingga ke level 800?
Sedangkan saham di Penerbangan lainnya (kompetitor) yaitu:
CMPP (PT AirAsia Indonesia Tbk), Harga Saham CMPP = Rp 236 / lembar saham (22 Maret 2019).
PE Ratio (annualised) GIAA : CMPP = -6.33 : -2.96
Current PE Ratio (TTM) GIAA : CMPP = -8.75 : -2.21
*TTM (Trailing Twelve Month atau Last 4 Quaters)
Market Capital GIAA: CMPP = 14.367 Miliar : 2.522 Milliar
ROE GIAA: CMPP = -14% : 188%
DER (quarter) GIAA: CMPP = 2.15 : -1.80
Revenue (TTM) GIAA: CMPP = 62.683 Miliar : 6.690 Miliar
EBIT (TTM) GIAA : CMPP = -1.125 Miliar : -378 Miliar
Cash From Operation (TTM) GIAA: CMPP = 4.352 Miliar : -27 Miliar
Join Premium Membership Sahamdaily, contact:
http://www.sahamdaily.com/join-membership atau Wa ke 085737186163