Dalam Pengarahan di Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta 06 Desember 2022, Presiden Joko Widodo akan segera memutuskan kapan akan melarang ekspor bahan mentah dari bauksit.
Di tahun 2023, industri tambang bauksit wajib membangun smelter, hal ini diatur Peraturan Menteri ESDM Nomer 17 Tahun 2020 yang hanya mengizinkan ekspor Bauksit paling lama hingga 10 Juni 2023. Hal ini juga sesuai dengan UU No. 3/ 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) terkait larangan ekspor bahan mentah dan konsentrat yang berlaku mulai Juni 2023.
Bauksit merupakan bahan mentah yang diolah menjadi Smelter Grade Alumina (SGA) dan selanjutnya menghasilkan aluminium ingot. Nilai jual 1 ton bauksit sekitar USD 31, sedangkan harga alumina untuk 0,30 ton mencapai USD 118,8 naik 3,8 x. Jika diolah menjadi aluminium (150 kg) dengan harga jual sebesar USD 465 naik 4,1 x. Prediksi permintaan aluminium domestik di tahun 2023 mencapai 1,2 juta ton, sedangkan di tingkat dunia, pertumbuhan konsumsi paling tinggi adalah produk casting dan wire and cables karena didorong oleh subtitusi material dan kebutuhan industri Electrical Vehicle (EV)
Pada tahun 2021 harga bijih bauksit sekitar USD 24-30 per ton. Hal itu menyumbang pendapatan negara sebesar USD 628 juta = Rp 9,8 Triliun (asumsi kurs Rp 15.646 per USD) dengan penjualan sebanyak 23 juta ton bijih bauksit, apabila dijual berupa alumina, penerimaan negara bisa naik 8 x lipat dengan asumsi harga alumina kini sekitar USD 200-300 per ton, menggunakan asumsi volume penjualan yang sama maka penerimaan bisa mencapai USD 5 miliar = Rp 79 Triliun bila menjual dalam bentuk alumina.
Produksi bijih bauksit Indonesia di Tahun 2021 mencapai 25,8 juta ton, sejumlah 23,2 juta ton bijih bauksit diekspor ke luar negeri, sedangkan untuk diserap smelter dalam negeri hanya sebesar 2,6 juta ton.
Berdasarkan data Kementerian investasi per Juni 2022, ada tiga smelter yang beroperasi dengan kapasitas input bijih bauksit secara keseluruhan 36,9 juta ton, yaitu PT Indonesia Chemical Alumina (ICA) dengan kapasitas output 300.000 chemical grade alumina (CGA), PT Well Harvest Winning dengan kapasitas output 1 juta smelter grade alumina (SGA) dan PT Inalum dengan kapasitas output 250.000 aluminium ingot dan billet. Terdapat 11 smelter bauksit dengan keluaran SGA yang masih tahap pengerjaan dan satu pabrik pengolahan dan pemurnian bauksit dalam tahap konstruksi dengan keluaran CGA. Sedangkan satu smelter dalam tahap perencanaan milik Inalum yang ditargetkan memproduksi aluminium ingot dan billet.
Cadangan bauksit di Indonesia ada 3,2 miliar ton, pabrik yang ada saat ini hanya PT Well Harvest Winning dan PT Indonesia Chemical Alumina serapan per tahun hanya 10 juta ton.
Dibutuhkan biaya sebesar USD 1 miliar (setara Rp 15,86 Triliun) untuk membiayai pembangunan smelter bauksit menjadi Alumina. Ini hampir sepuluh kali lipat lebih besar dari biaya membangun smelter nikel. Di sisi lain, produk turunan bauksit hanya dua yaitu alumina dan produk hilirnya adalah Aluminium. Sedangkan Smelter Nikel punya lebih dari 10 produk hilir, investasinya juga lebih murah hanya berkisar USD 10 juta -50 juta.
Proyek Smelter Alumina:
1. PT Berkah Pulau Bintan, Status Konstruksi, produksi 537.471 ton
2. PT Bintan Alumina, Status Konstruksi, produksi 1 juta ton
3. PT Borneo Alumina Indonesia, Status Konstruksi, produksi 1 juta ton
4. PT Dinamika Sejahtera Mandiri, Status Konstruksi, produksi 2 juta ton
5. PT Kalbar Bumi Perkasa, Status Konstruksi, produksi 1,5 juta ton
6. PT Laman Mining, Status Konstruksi, produksi 1 juta ton
Proyek Smelter Aluminium:
1. PT Kalimantan Aluminium Industri (anak usaha ADMR), Status Prakonstruksi, produksi 500.000 ton per tahun
2. Inalum dan ANTM, Status Komisioning, produksi 270.000 ton per tahun.
Terkait rencana di STOP nya ekspor bauksit, ada beberapa emiten yang terkait dengan Bauksit.
ANTM mengelola komoditas bauksit via Unit Bisnis Pertambangan (UBP) Bauksit Kalimantan Barat dimana hingga semester I 2022 segmen Bauksit dan alumina berkontribusi terhadap penjualan sebesar Rp 889 miliar naik 45% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. ANTM melalui PT Indonesia Chemical Alumina (ICA) yang memproduksi Bauksit.
Komoditas bauksit yg dihasilkan ANTM digunakan PT Indonesia Chemical Alunina (ICA) Sebagai umpan untuk Pabrik Chemical Grade Alumina (CGA), selanjutnya ICA mengelola bijih Bauksit untuk menjadi produk Alumina untuk di ekspor. Hingga semester I 2022 penjualan alumina mencapai 74.143 ton alumina naik 21% dibandingkan volume penjualan pada periode yang sama tahun lalu sebesar 61.241 ton. PTPP via konsorsium memproses pembangunan proyek Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Mempawah, Kalimantan Barat, SGAR yang memiliki kapasitas 1 juta ton per tahun merupakan salah satu proyek strategis nasional yang dikerjakan oleh konsorsium China Aluminium International Engineering Co Ltd (Chalieco) 75% bersama PTPP 25% . Proyek SGAR ini dimiliki oleh PT Borneo Alumina Indonesia (BAI) dengan tujuan agar Indonesia dapat melakukan sendiri proses pengolahan bauksit menjadi aluminium. BAI merupakan anak usaha patungan PT Inalum (Persero) 60% dan ANTM 40%. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Galang Batang di Pulau Bintan, Riau seluas 2300 hektar yang merupakan pusat produksi Alumina di Indonesia, Alumina sendiri merupakan produk olahan dari Smelter Bauksit, dimana Alumina ini merupakan bahan baku yang bisa diolah menjadi Aluminium untuk digunakan sebagai bahan baku konstruksi bangunan, peralatan mesin dan transportasi, kelistrikan, kemasan barang tahan lama. PT Bintan Alumina Indonesia (BAI) membangun refinery alumina kapasitas 1 juta ton / tahun di KEK Galang Batang.
CITA memproduksi bauksit. ADRO Membeli 3.7% saham CITA setara 145,6 juta saham mencapai Rp 358,76 miliar pada tanggal 14 Desember 2021 via anak usahanya ADRO yaitu PT Alam Tri Abadi yang saat ini sudah berubah nama menjadi PT Adaro Andalan Indonesia (AAI) yang IPO dengan kode emiten AADI.
Pemegang saham CITA as per 31 October 2024:
60,637% PT Harita Jayaraya, dimana PT Harita Jayaraya juga memegang 84,68% saham NCKL (PT Trimegah Bangun Persada Tbk).
31,679% Glencore International Investments Ltd
0,220% Lim Gunawan Hariyanto
7,464% Masyarakat-Non Warkat
INDY melalui anak usahanya PT Indika Mineral Investindo (IMI) akuisisi saham PT Perkasa Investama Mineral (PIM) di tanggal 26 Sep 2022 sebesar USD 5 juta (setara Rp 74,9 Miliar) yang bergerak di mineral bauksit. PIM memiliki dua anak usaha yaitu PT Mekko Metal Mining yang bergerak di bidang usaha pertambangan bijih Bauksit dan PT Perkasa Alumina Indonesia yang bergerak dibidang usaha industri pembuatan Logam dasar bukan besi atau (smelter). Adapun Penambangan bauksit, PIM telah bekerjasama dengan Petrosea untuk melakukan mining contracting. PTRO memperoleh kontrak senilai USD 100 juta untuk proyek Bauksit dengan jangka waktu 5 tahun dimana pihak-pihak yang melakukan kontrak dengan PTRO adalah PT Mekko Metal Mining Sebagai client dan PT Perkasa Investama Mineral Sebagai penanggung dari Pihak Client. 90% Bauksit digunakan untuk membuat alumina. 10% sisanya untuk pembuatan bahan bahan kimia, bahan baku tahan panas dan bahan kasar untuk pembersihan. Alumina digunakan Sebagai bahan baku pembuatan aluminum yang Selanjutnya diproses menjadi Aluminium. Aluminium digunakan Sebagai bahan Baku body Pesawat terbang dan juga mobil. INDY sendiri telah merilis sepeda motor listrik ALVA dan INDY juga bekerjasama dengan Foxteq Singapore Pte Ltd untuk membangun pabrik mobil listrik. INDY melalui anak usahanya yaitu PT Mitra Motor Group (MMG) mendirikan joint venture dengan nama PT Foxconn Indika Motor (FIM) bersama Foxteq Singapore Pte Ltd (perusahaan afiliasi Foxconn).
Penggunaan Aluminium
Mobil listrik (EV) umumnya terdiri dari 30% Aluminium.
1 ton Aluminium untuk Pembangkit Listrik Tenaga Angin
4 juta ton Aluminium dibutuhkan untuk Teknologi PLTS di 2040
Harga Aluminium diprediksi naik 4,6% di tahun 2025 menjadi USD 2.537 per ton, setelah kenaikan 7,6% di tahun 2024.
Adanya pembatasan produksi China dan keterlambatan proyek di India dan Indonesia menjadi pertanda pertumbuhan pasokan yang melambat.
Defisit aluminium global dan China diprediksi melebar pada tahun 2025 karena pertumbuhan produksi melambat 1,3% menjadi 73,1 juta ton, lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan permintaan sebesar 2,9%. Adapun tingkat produksi aluminium China mendekati batas kapasitas tahunan pemerintah sebesar 45 juta ton karena curah hujan melimpah tahun ini memungkinkan operasi kapasitas penuh di provinsi Yunnan yang kaya akan sumber daya air.
Disclaimer On: Tulisan ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham tertentu. Keputusan Investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Sahamdaily tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari Keputusan Investasi Pembaca
Jika Anda ingin berlangganan Database Saham Daily dan mendapatkan Info Saham Terupdate, klik link dibawah ini:
Join Membership
No HP Admin Sahamdaily : 085737186163. Website: www.sahamdaily.com