Bursa Karbon

Perdagangan karbon sebagai upaya dari Pemerintah untuk mencapai target pengurangan emisi gas kaca sebesar 29% dengan swadaya di 2030. Perdagangan karbon merupakan jual-beli izin atau sertifikasi untuk menghasilkan emisi karbon dioksida (CO2) dalam jumlah tertentu. Sertifikasi (izin) pelepasan karbon disebut juga dengan Kredit Karbon (Carbon Credit) atau Kuota emisi karbon (allowance).

Satu kredit karbon setara dengan pengurangan atau penurunan emisi sebesar 1 ton CO2, dimana emisi CO2 dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar fosil (batubara, gas, minyak bumi), pembakaran hutan, dan juga pembusukan sampah organik.

Pembeli kredit karbon adalah industri, negara atau perusahaan yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tinggi karena menggunakan bahan bakar fosil atau menggunakan energi dalam jumlah besar misalnya PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap), PLTG (Pembangkit Listrik Tenaga Gas), Pabrik Baja, Pusat Data (Data Centre), Sektor Transportasi. Sedangkan Penjual Karbon adalah perusahaan atau negara yang aktivitasnya mampu menyerap emisi CO2 atau yang aktivitasnya sedikit sekali menghasilkan CO2, misalnya PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya), PLTB (Pembangkit Listrik Tenaga Bayu), Perusahaan Konservasi Hutan, Perusahaan Pengolahan Sampah Organik.

Nah Kredit Karbon ini harus disertifikasi  (Sertifikat Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK) oleh Badan Sertifikasi Internasional seperti Verra dan Gold Standard. Tujuan sertifikasi untuk memastikan penjual kredit karbon berkomitmen pada pengurangan emisi dari hasil penjualan. Misal Perusahaan Konservasi Hutan tidak menggunakan dana hasil penjualan kredit karbon untuk mengubah lahan hutan menjadi kebun sawit yang menghasilkan emisi CO2.

Kredit Karbon diperdagangkan di PASAR SUKARELA (tidak diatur Pemerintah, jadi para penghasil emisi mengkompensasi CO2 yang dihasilkan dengan membeli kredit karbon dari proyek-proyek yang ditargetkan untuk meniadakan / mengurangi  emisi CO2, biasanya via broker, contoh Pertamina Patra Niaga (distribusi BBM) membeli kredit karbon dari Pertamina New Renewable Energi, dimana sumber kredit karbonnya adalah PLTP Lahendong di Sulawesi Utara -Pembangkit Listrik Panas Bumi) dan PASAR WAJIB (ETS – Emission Trading System atau Cap & Trade System, Pemerinath berwenang menetapkan batas emisi karbon yang dihasilkan oleh setiap peserta ETS dimana batasan itu akan dikurangi setiap tahunnya dan diberikan dalam bentuk alokasi kuota emisi. Jika belum terbentuk harga di pasar karbon, Pemerintah bisa menentukan harga karbon dengan cara menetapkan harga dasar (floor price) atau melakukan pelelangan. Kuota emisi ditetapkan pada awal periode, biasanya tahunan. Peserta pasar karbon wajib melaporkan emisi yang dihasilkan secara berkala kepada lembaga yang ditunjuk. Pada akhir periode, peserta yang melewati batas emisi bisa membeli kuota tambahan dari peserta lain yang surplus kuota karena menghasilkan emisi lebih sedikit. Bila tidak membeli kuota tambahan, peserta dengan emisi karbon tinggi harus membayar denda.

Jadi Pemerintah menetapkan jumlah total emisi CO2 (Penetapan Batas Atas Emisi – BAE) yang dikeluarkan oleh para peserta yang berpartisipasi dalam pasar wajib karbon, perusahaan yang bisa menghasilkan emisi lebih sedikit dari batas total emisi tadi bisa menjual kelebihan kuota itu ke perusahaan yang tidak bisa mengurangi emisi. Saat ini di dunia, European Union Emission Trading System (EU ETS)  menjadi pasar wajib karbon terbesar di Dunia. Di tahun 2023, Australia, Malaysia, Vietnam dan Indonesia dijadualkan akan memulai pasar karbon dengan sistem ETS.

Dasar hukum perdagangan karbon sudah ada dengan dikeluarkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon. Pemerintah akan melakukan sistem ETS dengan bertahap mulai dari sektor Pembangkit Listrik dimana pada Februari 2023, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meluncurkan perdagangan karbon untuk PLTU dimana terdapat 99 unit PLTU (44 perusahaan) yang akan berpartisipasi dalam perdagangan dengan total kapasitas terpasang 33.569 MW. Rencananya ETS akan dimulai di Bulan September 2023. Yang masih ditunggu yaitu terkait Carbon Tax (Pajak Karbon), di Singapura sudah menerapkan pajak karbon sejak tahun 2019 dimana harga yang ditetapkan mencapai SGD5 per ton CO2e (Karbon dioksida ekuivalen)  dan direncanakan naik secara berkala menjadi SGD 24 di tahun 2024-2025, SGD 45 di Tahun 2026-2027, SGD 50-80 di Tahun 2030. Dalam lima tahun penerapan pajak karbon di Singapura, Pemerintah Singapura berhasil mendapatkan pemasukan SGD 1 Miliar dimana dana tersebut akan digunakan kembali untuk program dekarbonisasi dan transaksi ekonomi hijau. Rencananya di Indonesia akan menerapkan pajak karbon Rp 30.000 per ton CO2e.

Pemerintah membentuk lembaga dengan nama Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) yang dikelola oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mengelola dan mengenalkan pasar karbon nasional. Selain BPDLH juga ada SDG Indonesia One yang dikelola PT Sarana Multi Infrastruktur di bawah kendali Kemenkeu dan Indonesia Investment Authority.

Bursa Efek Indonesia (BEI) ditunjuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai penyelenggara Perdagangan Bursa Karbon sesuai Keputusan OJK Nomer KEP-77/D.04/2023 tanggal 18 September 2023 dimana pemberian izin usaha ke pada BEI didasarkan pada Peraturan OJK yaitu POJK Nomor 14 Tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon Melalui Bursa Karbon. Ijin usaha ini juga didasarkan pada Surat Edaran OJK yaitu SEOJK Nomor 12/SEOJK.04/2023 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon. Perdagangan Karbon akan di lakukan pada 26 September 2023. Perdagangan Karbon Dari Hulu ke Hilir, Penyiapan Kegiatan, Unit Karbon, Registrasi, Verifikasi, SERTIFIKASI, Pembuktian Keabsahan hingga Perdagangan.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLKH) menunjuk empat badan penyelenggara sertifikasi karbon sebagai Lembaga Validasi dan Verifikasi (LVV) sertifikat karbon yaitu
1. PT Mutuagung Lestari Tbk (MUTU) masih dalam pengajuan perluasan akreditasi untuk skema NEK
2. PT Sucofindo (Persero) sudah memiliki akreditasi untuk skema NEK
3. PT TUV Rheiland Indonesia
4. PT TUV Nord Indonesia

Untuk menjadi LVV bursa karbon
1. Mengajukan akreditasi GRK Umum (gas rumah kaca) guna verifikasi perhitungan karbon secara langsung
2. Memiliki Perluasan Akreditasi untuk Skema Nilai Ekonomi Karbon (NEK) agar bisa mendaftar di Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI)

Beberapa emiten yang diuntungkan dari Perdagangan Karbon:

  1. PGEO (PT Pertamina Geothermal Energy Tbk) yang merupakan anak usaha dari PT Pertamina Persero dimana tahun 2022 PGEO memperoleh pendapatan dari Kredit Karbon sebesar USD 474.000 yang dihasilkan dari PLTP Ulubelu unit 3 dan 4 serta Karaha yang menghasilkan setara 1,7 juta ton pengurangan emisi karbon. PGEO telah menandatangani perjanjian transaksi karbon di Area Lahendong bersama induk usaha yaitu PT Pertamina Power Indonesia dimana Pembangkit listrik Lahendong unit 5 dan 6 milik PGEO berkapasitas 40 MW telah disertifikasi oleh Verified Carbon Standard (Verra) dan mampu menghasilkan pengurangan emisi sebesar 181.030 tCO2e setiap tahunnya dan potensi total nilai transaksi perdagangan karbon tersbeut sebesar USD 1,93 juta dengan objek transaksi perdagangan mencapai 1,49 juta verified carbon units (VCU). PEGO juga merehabilitasi kawasan hutan sebesar 588 hektar dan melakukan reboisasi. PGEO memiliki kapasitas listrik hingga 672 MW. PGEO berencana akuisisi PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP) yang terletak di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara milik KS ORKA Renewables senilai USD 1 Miliar yang sedang mengembangkan proyek panas bumi dengan kapasitas hingga 240 MW. SMGP merupakan perusahaan JV yang didirikan OTP Geothermal Power Pte Ltd – OGPP(milik KS ORKA Group) dengan PT Supraco Indonesia pada 25 Mei 2010. OGPP memegang 95% saham SMGP, PT Supraco Indonesia memegang 5% saham SMGP. PT Radiant Utama Interinsco Tbk (RUIS) memegang 99,99% saham PT Supraco Indonesia, sisanya dipegang PT Radiant Guna Persada. 5% saham SMGP yang dimiliki PT Supraco Indonesia digadaikan ke OGPP sebesar USD 15 juta. PGEO menandatangani kesepakatan dengan Africa Geothermal International Limited (AGIL) untuk pengembangan konsesi Longonot di Kenya yang memiliki potensi pengembangan hingga 500 MW dimana 140 MW siap untuk dieksploitasi.
  2. BRPT (PT Barito Pacific Tbk) di tahun 2022 menghasilkan pendapatan dari Kredit Karbon sebesar USD 3,57 juta, BRPT melalui Star Energy memiliki PLTP dengan kapasitas 875 MW dimana salah satu pembangkitnya Wayang Windu Phase 2 berkapasitas 117 MW terdaftar Clean Development Mechanism (CDM) dan Verified Carbon Standard (Verra) dimana Wayang Windu tersebut memproduksi dan menjual pengurangan emisi sebesar 378.221 tCO2e dengan harga USD 0,95 per tCO2e.
  3. TPIA (PT Chandra Asri Petrochemical Tbk)  yang sahamnya sebanyak 34,63% dikuasai oleh BRPT, akan mengoperasikan PLTS 3 MW pada tahun 2023 via anak usahanya yaitu PT Krakatau Daya Listrik (KDL). KDL telah berhasil memasang panel surya di berbagai proyek dengan total kapasitas listrik energi baru  terbarukan mencapai 958 kWp dan ditargetkan proyek PLTS  mencapai 3 MW. TPIA via anak usahanya yaitu Krakatau Daya Listrik berinvestasi hingga USD 200 juta untuk meningkatkan kepemilikannya di Krakatau Posco Energy (KPE) dari 10% menjadi 45%, dimana TPIA dan Posco berinvestasi untuk membangun pembangkit listrik baru berkapasitas 200 MW.
  4. MEDC (PT Medco Energy Tbk) dengan konsorsiumnya bersama Inpex Corporation, Ormat Internationial Inc, ITOUCHU Corp, Kyushu Electric pwer Co. Inc, mengelola geothermal di Sarulla, Tapanuli, Sumatera Utara yang dikelola PT Medco Geopower Sarulla kapasitas 330 MW dengan kepemilikan MEDC dikisaran 49%. MEDC telah merampungkan proyek PLTGU Riau berkapasitas 275 MW, PLTS Sumbawa 26 MWp di tahun 2022 dan MEDC mengembangkan proyek Geothermal 34 MW fase 1 di Blawan-Ijen, Jawa Timur dan PLTS 2 x 25 MWp di Bali. MEDC via AMMN (Amman Mineral Nusa Tenggara) mengkonversi energi dari Pembangkit Listrik Tenaga Batubara 112 MW dan Diesel 45 MW menjadi PLTGU berkapasitas 450 MW dengan terminal penyimpanan dan regasifikasi LNG di Teluk Benete.
  5. UNTR (PT United Tractors Tbk) via PT Supreme Energy Sriwijaya – SES (diakuisi UNTR pada 7 Agustus 2023 dengan nilai Rp 634 Miliar (40,47% saham)), dimana SES merupakan induk usaha dari PT Supreme Energy Rantau Dedap yang memegang Izin Panas Bumi dengan kapasitas 2 x 49 MW yang lokasinya ada di Kabupaten Lahat, Kota Pagar Alam, dan Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. SERD dapat meningkatkan kapasitas listriknya hingga  2 x 110 MW sesuai yang diatur dalam Perjanjian Power Purchase Agreement (PPA) dengan PLN.
  6. TOBA (PT TBS Energi Utama Tbk)  melalui anak usahanya yaitu PT Energi Baru TBS bekerjasama dengan PLN Batam dan PLN Nusantara Power mengembangkan proyek PLTS Apung Trembesi di Batam  dengan kapasitas 42 MWp dimana listrik yang dihasilkan akan menerangi Pulau Batam dan sekitarnya. Proyek ini diharapkan mulai beroperasi di tahun 2024. TOBA juga mengembangkan proyek pembangkit listrik tenaga mini hydro 2×3 MW di Lampung, target beroperasi Juni 2024.TOBA mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu berkapasitas 22 MW di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
  7. RUIS (PT Radiant Utama Interinsco Tbk) via anak usahanya yaitu PT Supraco Indonesia membentuk Joint Venture (JV) dengan OTP Geothermal Power yang dimiliki KS ORKA Group  sebanyak 95% untuk pengembangan konsesi panas bumi di Sorik Marapi,  Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, sedangkan porsi RUIS di JV tersebut tidak besar alias masih sangat kecil.
  8. SULI (PT SLJ Global Tbk) memiliki konsesi kawasan hutan seluas 625.000 hektar dengan Perizinan Usaha Pemanfaatan Hutan (PBPH). Rencana Kerja Tahun 2023 : SULI, fokus menjalankan dua bisnis yaitu Wood Manufacturing dan Sustainable Forest (mengelola tiga perizinan berusaha pemanfaatan hutan (PBPH) dan mencari peluang Multi-Usaha Kehutanan (jasa lingkungan pemanfaatan nilai carbon dan hasil hutan kayu (HHBK) yang merupakan hasil hutan baik nabati maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya kecuali kayu untuk memaksimalkan nilai hutan dalam jangka panjang). SULI saat ini mengelola 6 areal hutan alam seluas 770.455 hektar termasuk IUPHHK-HA (hak Penguasaan hutan) atas nama PT Essam Timber dan PT Sumalindo Lestari Jaya V yang masih dalam proses perpanjangan izin dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. SULI via anak usahanya yaitu PT Kalimantan Powerindo memiliki pembangkit listrik berkapasitas 22,5 MW.
  9. WOOD (PT Integra Indocabinet Tbk) memiliki hutan seluas 18.000 hektar untuk konservasi dan hutan tropis seluas 160.000 hektar untuk tujuan penebangan.
  10. KEEN (PT Kencana Energi Lestari Tbk) yang bergerak di energi baru terbarukan (EBT) berupa PLTS, PLTA, PLTM dengan target mengelola hingga 500 MW dalam jangka panjang. Beberapa proyek EBT KEEN adalah PLTA Pakkat kapasitas 18 MW, PLTA Air Putih 21 21MW, PLTM Ma’dong 10 MW, PLTM Ordi Hulu 10 MW, PLTBm(Tenaga Biomassa) Tempilang 2 sebesar 5 MW, PLTS Tempiang 1,36 Mwp. Rincian proyek 500 MW dalam pipeline jangka panjangnya yaitu PLTA : PLTA Sumatera Utara 35 MW, PLTA Sulawesi 1= 5 MW, PLTA Sulawesi 2= 90 MW, PLTA Gorontalo 22 MW, PLTB: PLTB Sulawesi Selatan masing-masing berkapasitas 62,5 MW dan 100 MW, Solar PV 60 MW, PL Hybrid 5 MW, PLTM : PLTM Sumatera 2 = 4 MW, PLTM Sulawesi 3= 6 MW, PLTM Sulawesi 4 = 10 MW, PLTM Nasal 10 MW, Biomassa 10 MW dan Biogas 10 MW.
  11. ARKO (PT Arkora Hydro Tbk) anak usaha dari UNTR (Group Astra)  ini bergerak di energi baru terbarukan dimana PLN menjadi klien Utama dari ARKO. ARKO membeli saham PT Arkora Bakti Indonesia (ABI) di PT Arkora Kalimantan Energi Hijau (AKEH)  untuk pengembangan PLTA skala besar dengan kapasitas 50 MW. ARKO saat ini mengoperasikan dua PLTM yaitu PLTM Cikopo 2 di Jawa Barat kapasitas 7,4 MW dan PLTM Tomasa 10 MW di Sulawesi Tengah dan sedang membangun PLTM Koro Yaentu 10 MW dan PLTM Kukusan 2 = 5,4 MW.
  12. TGRA (PT Terregra Asia Energy Tbk) akan mengerjakan tujuh proyek Pembangkit Listrik senilai Rp 12,38 Triliun (70% pembiayaan bank & 30% investor) dengan details 5 Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTM) di Sumatera Utara dengan nilai investasi Rp 1,3 Triliun  yaitu PLTM Sisira 9,8 MW, PLTM Batang Toru 3 (10 MW), PLTM Batang Toru 4 (10 MW) PLTM Raisan Naga Timbul 7 MW dan PLTM Raisan Huta Dolok 7 MW dan 2 Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Aceh dengan nilai investasi Rp 10,68 Triliun. Hingga semester I 2023, TGRA merealisasikan capex Rp 400 Miliar untuk pembangunan proyek PLTMh Tahap 1 di Sumatera Utara, hingga kini proyek sudah mencapai 20% dan ditargetkan selesai di 2025. TGRA juga akan merealisasikan penerbitan obligasi hijau (green bond TGRA 1 berkelanjutan) sebesar Rp 500 Miliar. TGRA akan mulai mendaftarkan proyek-proyeknya di Tahun 2025 dimana TGRA akan mulai berkontribusi dalam perdagangan karbon ketika proyek-proyek tersebut beroperasi.
  13. INOV (PT Inocycle Technology Group Tbk) yang bergerak dibidang daur ulang sampah botol plastik (PET) menjadi Recycled Polyster Staple Fiber (RsPSF) memenuhi syarat mendapatkan kredit karbon dimana INOV telah disertifikasi oleh Planet Mark dari Inggris yang menunjukkan INOV pada tahun 2022 berhasil mengurangi karbon sebesar 27% per karyawan dibandingkan Tahun 2021. INOV memenuhi syarat mendapatkan kredit karbon sebagai hasil dari bisnis intinya yaitu daur ulang limbah PET yang secara signifikan mengurangi emisi gas rumah kaca yang seharusnya dihasilkan dalam pembuatan produk PET Baru.
  14. INDY (PT Indika Energy Tbk) via anak usahanya yaitu Indika Multi Properti yang meningkatkan reklamasi lahan sebear 20% di tahun 2025 demi mencapai target mengurangi karbon sebesar 550 kilo ton higga 600 kilo ton emisi CO2. INDY di Tahun 2022 secara sukarela membeli kredit karbon dari Proyek Blue Carbon terbesar di Dunia untuk mengimbangi 52.800 ton CO2e fari emisi INDY, dimana proyek Blue Carbon tersebut melindungi dan memulihkan 350.000 hektar are di Provinsi Sindh, Pakistan.
  15. MUTU (PT Mutuagung lestari Tbk) merupakan perusahaan yang melayani jasa pengujian (testing), inspeksi, dan sertifikasi atau dikenal dengan service TIC (Testing, Inspection, Certification) yang telah berdiri sejak 1990 yang melebarkan sayap hingga ke Vietnam, China dan Jepang, MUTU saat ini memiliki dua laboratorium nikel yaitu di Morowali dan Kendari, Sulawesi. MUTU akan membangun lima laboratorium baru dengan nilai investasi masing-masing Rp 5 miliar dan juga akan menambah laboratorium baru dibidang batubara dan nikel di Banjarbaru dan Pontianak, serta laboratorium mineral yang akan dibangun di Halmahera. MUTU sangat berkomitmen untuk masuk ke bisnis perdagangan karbon yaitu dalam penyediaan jasa Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (Certified Emissions Reduction). Saat ini Anak usaha MUTU yaitu PT Jasa Mutu Mineral Indonesia (Jammin) yang 99% sahamnya dimiliki oleh MUTU, merupakan satu dari sembilan lembaga TIC di bidang batubara dan nikel yang memiliki izin dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Perdagangan, sedangkan di Ekonomi Syariah, MUTU akan masuk di bisnis jasa sertifikasi halal, industri halal, wisata halal dan wakaf. details bisa dibaca di https://www.sahamdaily.com/mutu/
Disclaimer ON :
Masing-masing Trader/ Investor bertanggung jawab atas Transaksi yang dilakukan, keputusan Investasi sepenuhnya ada di tangan Trader / Investor. Sahamdaily tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari Keputusan Trader / Investor.
Yuk download Aplikasi Sahamdaily di Playstore maupun di AppStore
Username dan Password : huruf  kecil dan angka minimal 8 digit, misal Username: budiman9, Password: budi1234

Jika Anda ingin bergabung Menjadi Premium Member Sahamdaily, klik link dibawah ini:

Join Membership

 

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *