Nikel :
Kelas I untuk Bahan Baku Baterai EV = >> Nickel Matte =>
* HPAL (High Pressure Acid Leading)
**MHP (Mixed Hydroxide Precipitate)
***NiOH (Nickel Hydroxide) bijih yang bisa diolah menjadi produk Kelas I => Berkadar rendah dibawah 1,5% = LIMONIT
Kelas II untuk Stainless Steel seperti Nickel Pig Iron (NPI => bahan baku utama untuk baja tahan karat) dan Feronickel. Bijih nikel berkadar tinggi di atas 1,5% = SAPROLITE NICKEL
Dengan pesatnya pertumbuhan industri kendaraan listrik di China, permintaan China akan Ferro-Alloy (ferro-nickel) akan semakin meningkat.
Emiten-emiten Nikel:
NCKL Baca selengkapnya di https://www.sahamdaily.com/nckl-4/
MBMA Baca selengkapnya di https://www.sahamdaily.com/mbma-2/
INCO Baca selengkapnya https://www.sahamdaily.com/inco-2/
ANTM Baca selengkapnya https://www.sahamdaily.com/antm-3/
HRUM Baca selengkapnya https://www.sahamdaily.com/hrum/
NICL Baca selengkapnya https://www.sahamdaily.com/nicl/
UNTR Baca selengkapnya https://www.sahamdaily.com/untr-2/
MDKA Baca selengkapnya https://www.sahamdaily.com/mdka-4/
DKFT Baca selengkapnya https://www.sahamdaily.com/dkft/
TINS Baca selengkapnya https://www.sahamdaily.com/tins/
KKGI Baca selengkapnya https://www.sahamdaily.com/kkgi/
Notes:
Jika di tahun 2014, produksi nikel dikuasai INCO sebesar 25%, ANTM 19% dan perusahaan-perusahaan lainnya 3%, maka di tahun 2021, PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) menguasai 50% produksi hilir nikel, INCO 22%, ANTM 7% dan PT Virtue Dragon Nickel Industry 11%. IMIP merupakan Joint Venture antara Tsangshan Steel Holding (China) 66,25% dan PT Bintang8 Mineral 33,75%. IMIP sendiri telah membangun smelter feronikel pertama via PT Sulawesi Mining Investment di Bahodopi, Sulawesi Tengah dengan kapasitas 300.000 ton per tahun, sedangkan smelter kedua di bangun oleh PT Indonesia Guang Ching untuk memproduksi 600.000 ton feronikel per tahun.
Kondisi terkini, walaupun Indonesia sebagai produsen nnikel terbesar di dunia namun masih mengalami kekurangan pasokan nikel untuk kebutuhan smelter di dalam negeri. Kekurangan pasokan bijih nikel mengharuskan Perusahaan-perusahaan smekter impor nikel dari Philipina.
Per Juli 2024, nilai impor bijih nikel dari Philpina naik 648,18% dibandingkan Maret 2024. PT Kalimantan Ferro Industri (KFI) yang mengelola smelter nikel di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur mengimpor bijih nikel dari Philipina sebanyak 51.000 ton selama periode Januari-April 2024. Kondisi ini terjadi lantaran banyak perusahaan tambang nikel yang belum mendapat persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) dari Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) sehingga pasokan bijih nikel ke perusahaan smelter tersendat dan mau tidak mau harus melakukan impor.
Disclaimer On: Tulisan ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham tertentu. Keputusan Investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Sahamdaily tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari Keputusan Investasi Pembaca
Jika Anda ingin berlangganan Database Saham Sahamdaily, bisa klik link dibawah ini:
No HP Admin Sahamdaily : 085737186163. Website : www.sahamdaily.com