Efek terpilihnya Trump sebagai presiden USA
Trump => Kebijakan Trumponomic (Proteksionisme, Deregulasi, Pemangkasan Pajak)
Faktor-faktor yang membuat Trump menang dari Kamala Harris: Inflasi Tinggi, Imigran Gelap, Lapangan Kerja.
Saat pemerintahan Joe Biden- Kamala Harris (2021-2024), Rata-rata inflasi AS naik menjadi 5,04%, bahkan di Juni 2022 inflasi sempat menyentuh level 9%, tertinggi dalam 20 tahun terakhir. Inflasi yang tinggi, Gaji tidak dapat mengcover kenaikan bahan pangan dan BBM akibatnya tabungan warga AS tergerus. Untuk Meredam Inflasi maka The FED menaikkan suku bunga, sepanjang Maret 2022 – Juli 2023 Fed Rate naik sebesar 525 basis point menjadi 5,5%. Suku bunga tinggi ini memicu naiknya cicilan KPR, Kartu Kredit dan Cicilan Uang Kuliah.
Trump memanfaatkan kondisi ini dan berjanji dikampanyenya untuk Menurunkan Inflasi dan Suku Bunga.
Adanya kebijakan proteksionis dengan pengenaan Tarif lebih tinggi khususnya ke China, panasnya hubungan dagang USA-China, potensi penguatan USD
Trump berencana menerapkan tarif universal 10% terhadap seluruh barang impor dan tarif 60% terhadap barang asal China => berimbas turunnya ekspor Indonesia ke China. Pengenaan tarif 100% untuk impor mobil. Untuk EV, Tesla milik Elon Musk menjadi industri otomotif utama di AS karena Tesla mendapat kontrak jumbo dari Pemerintah diantaranya kontrak Tesla dengan Pentagon senilai USD 3,6 miliar dari total kontrak Elon dengan Pemerintah USD 15,2 miliar. Elon merupakan salah satu pendukung dan penyedia dana kampanye untuk Trump di Pilpres 2024.
Pengenaan Tarif impor barang yang tinggi akan menaikkan inflasi baru yang dapat membuat penurunan Fed Rate tidak sedalam yang diharapkan dan USD akan menguat => Rupiah melemah.
Mencabut kewajiban produksi kendaraan listrik => Efek Negatif kepada komoditas yang berkaitan dengan EV yaitu Nikel
Di Tahun 2016 yang lalu terjadi capital outflow asing ketika pengumuman kemenangan Trump, ada perjanjian perdagangan khusus (Limited Trade Deals/LTD) yang memungkinkan produk garmen Indonesia mendapatkan kemudahan akses pasar Amerika jika menggunakan bahan baku asal Amerika. Di Tahun 2017-2021 di Era Trump kala itu, pengapalan beberapa komoditas pertanian menurun drastis pada tahun 2018.
Beberapa kebijakan yang kemungkinan akan diambil oleh Trump:
1. Perpajakan
Trump akan memberlakukan Tax Cuts and Jobs Act yang menurunkan pajak korporasi dari 21% menjadi 15% dan beberapa pajak individu. Trump sempat mengusulkan untuk mengurangi atau bahkan menghapus pajak capital gains, yang dapat menguntungkan orang-orang berpenghasilan tinggi dan investor, tapi risikonya menambah defisit anggaran.
2. Tarif
Trump akan mengenakan tarif pada China dan negara-negara lain untuk melindungi industri AS dan mengurangi defisit perdagangan. Trump akan mengenakan Tarif Impor barang dari setiap negara sebesar 10%-20% dan 60% dari China. Trump juga berencana mengenakan tarif hingga 200% atas mobil yang diimpor dari Meksiko. Mengenakan Tarif 100% bagi negara-negara yang menjalankan kebijakan de-dolarisasi. Dampak dari Kenaikan Tarif bagi AS: Defisit neraca perdagangan AS akan membaik akibat impor turun,namun permintaan barang dalam negeri akan naik dan memicu kenaikan harga barang sehingga untuk menstabilkan harga, The FED akan menaikkan suku bunga acuan lagi. Belum lagi risiko jika China dan negara lain melakukan perlawanan terhadap Tarif ini dengan menerapkan kebijakan serupa terhadap AS akibatnya eksportir AS akan terdampak. Neraca Perdagangan yang membaik dan suku bunga yang naik akan memicu kenaikan USD. Menurut IMF apabila terjadi kenaikan 10% DXY => dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi hingga 1,9% di emerging market. Porsi Ekspor Indo ke China sebesar 25% dan ke AS sebesar 10% terhadap total ekspor. Risiko makin tingginya barang-barang China masuk ke negara lain termasuk ke Indonesia.
3. Deregulasi
Trump akan mengurangi regulasi di berbagai industri, terutama di bidang energi dan manufaktur.
4. Kebijakan Energi
Trump mendukung industri bahan bakar fosil seperti minyak, gas, dan batu bara. Trump ini akan membatalkan subsidi dan insentif sektor energi bersih sebesar kurang lebih USD 393,7 miliar. Trump ingin meningkatkan produksi minyak dan gas akibatnya harga komoditas WTI kemungkinan akan flat atau cenderung melemah dikarenakan adanya penambahan supply. Membangun lebih banyak PLTU, Memperluas Pengeboran Minyak, Kembali ekspor gas alam cair (LNG)
5. Kesehatan
Trump akan mencabut atau mengganti Affordable Care Act (Obamacare) agar mengurangi pengeluaran pemerintah di bidang kesehatan.
6. Kebijakan Imigrasi
Trump akan menerapkan kebijakan imigrasi yang ketat, fokus pada keamanan perbatasan dan membatasi jalur imigrasi legal.
7. Suku Bunga
Trump cenderung kepada suku bunga rendah, mendorong pinjaman dan pengeluaran. Trump suka memberikan tekanan The Federal Reserve untuk mempertahankan suku bunga rendah walau The FED tidak suka diintervensi. Kemungkinan akan mengganti Ketua The FED.
USD menguat pasca kemenangan Trump di US Election 2024 dimana Partai Republik mendapatkan Trifecta (satu partai menguasai Tiga Kekuasaan yaitu Kepresidenan, DPR dan Senat), Trump lebih cenderung mengeluarkan kebijakan yang sifatnya Proteksionisme yang dapat memicu Tradewar Jilid 2 dan potensi pelebaran desifit fiskal akibat kebijakan Pro Business. Akibatnya Ruang pemotongan suku bunga ke depan menjadi lebih terbatas dan memicu Risk Off sentiment dan meningkatkan permintaan safe haven assets, terutama USD.
Trump juga akan mengakhiri konflik Rusia-Ukraina yang berpotensi turunnya harga minyak dan gas alam dunia +> bagi Indonesia impor minyak kembali meningkat karena harga minyak turun
Untuk Indonesia sendiri, BI kemungkinan akan menaikkan suku bunga untuk menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah, selain Kebijakan SRBI sebagai salah satu upaya penyokong stabilitas Rupiah. Kenaikan suku Bunga akan memperlambat laju pertumbuhan ekonomi. Daya Beli Masyarakat harus dijaga, mungkin dengan menunda Kenaikan PPN.
Catatan:
Beberapa negara dunia yang bebas pajak:
Kuwait tidak pungut Pph pribadi mengandalkan penghasilan dari industri minyak
Oman tidak pungut PPh mengandalkan penghasilan dari industri minyak dan gas
Qatar tidak pungut pajak tidak pungut pajak mengandalkan penghasilan dari industri minyak
Uni Emirat Arab tidak pungut pajak mengandalkan penghasilan dari industri minyak
Bahama tidak pungut pajak mengandalkan penghasilan dari pariwisata dan pengeboran lepas pantai
Bahrain tidak pungut pajak mengandalkan penghasilan dari industri minyak
Brunei hanya menerapkan pajak untuk Perusahaan.
Disclaimer On: Tulisan ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham tertentu. Keputusan Investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Sahamdaily tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari Keputusan Investasi Pembaca
Jika Anda ingin berlangganan Database Saham Sahamdaily, bisa klik link dibawah ini:
No HP Admin Sahamdaily : 085737186163. Website : www.sahamdaily.com